OPEN ACCESS DALAM PANDANGAN
KOMUNIKASI ILMIAH
Elisa
Ananda1*, Intan Humaira2*, Siti Nurhumairoh3*
Program Ilmu Perpustakaan
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara
Open Access sudah tidak asing lagi bagi siswa atau
pendidik lainnya di era modern sekarang ini. Selain itu, Open Access sangat
penting untuk dipahami jika seseorang ingin menerbitkan atau memperoleh karya
ilmiah. Istilah "Akses Terbuka" berarti "akses bebas", dan
mengacu pada penggunaan teknologi digital dan akses ke sumber informasi ilmiah
melalui media digital. Internet dan pembuatan artikel jurnal digital telah
memungkinkan perluasan karya ilmiah dan aksesibilitasnya yang mudah, dan fakta
ini telah melahirkan atau menciptakan Akses Terbuka, disingkat OA; istilah ini
lebih tepatnya merupakan gerakan OA (Open Access Movement).
Di Indonesia, Open Access (OA) telah memberikan
dampak yang signifikan terhadap perkembangan penulisan ilmiah dalam bentuk
jurnal. Hampir semua perguruan tinggi di Indonesia memiliki Institutional
Repository (IR), yang juga berfungsi sebagai media diseminasi, akses,
penggunaan kembali, dan pelestarian karya civitas akademika (Green Open
Access). Bersamaan dengan IR, mayoritas universitas menerbitkan jurnal secara
elektronik di bawah lisensi terbuka (Gold Open Access) untuk memfasilitasi
penyebaran pengetahuan dan mempercepat dampak artikel ilmiah yang diterbitkan
melalui publikasi artikel ilmiah lainnya. Metode evaluasi digunakan untuk melakukan
penelitian untuk ringkasan eksekutif ini. Penulis akan menggunakan metode
evaluasi untuk memilih beberapa jurnal atau sumber lain yang membahas tentang
Open Access.
Kata
Kunci : Open Access, Institusional Repository dan Karya Ilmiah
ABSTRACT
Open
Access is not unfamiliar to students or other educators in today's modern era.
Additionally, Open Access is critical to understand if someone wishes to
publish or obtain a scientific work. The term "Open Access" means
"free access," and it refers to the use of digital technology and
access to scientific sources of information via a digital medium. The Internet
and the creation of digital journal articles have enabled the expansion of
scientific works and their easy accessibility, and this fact has spawned or
created Open Access, abbreviated as OA; this term is more precisely an OA
movement (Open Access Movement).
In
Indonesia, Open Access (OA) has had a significant impact on the development of
scientific writing in the form of journals. Almost all universities in
Indonesia have an institutional repository (IR), which also serves as a medium
for the dissemination, access, reuse, and preservation of the academic
community's work (Green Open Access). Along with IR, the majority of
universities publish journals electronically under open licenses (Gold Open
Access) to facilitate knowledge dissemination and accelerate the impact of
published scientific articles through the publication of other scientific
articles. The evaluation method was used to conduct the research for this
executive summary. The author will use the evaluation method to select several
journals or other sources that discuss Open Access.
Keywords:
Open Access, Institutional Repository and Scientific Works
PENDAHULUAN
Open Access atau Free Access merupakan fenomena kontemporer
yang terkait dengan dua faktor yaitu keberadaan teknologi digital dan
ketersediaan artikel jurnal ilmiah dalam bentuk digital.[1]
Internet dan forum untuk membuat artikel jurnal versi digital telah memungkinkan
ekspansi dan akses yang lebih besar, yang telah berkontribusi pada lahirnya
Open Access (disingkat OA), atau lebih tepatnya, Gerakan OA (Open Access
Movement). Untuk lebih spesifik, Open Access mengacu pada berbagai literatur
digital yang telah diinstal (media online), tersedia secara gratis (atau tanpa
biaya), dan tidak terbebani oleh ikatan atau hambatan hak cipta yang dikenakan
oleh lisensi. Artinya, penyedia menerbitkan berbagai file yang berisi karya
ilmiah, dan setiap file dapat diakses oleh siapa saja. Menurut pemahaman ini,
Open Access secara otomatis menghilangkan hambatan atau masalah yang terkait
dengan mengakses karya ilmiah yang biasanya disebabkan oleh biaya (baik itu
biaya berlangganan atau biaya untuk mendapatkan lisensi.)
Selain itu, Akses Terbuka dapat menghilangkan berbagai
hambatan yang dikenakan oleh lisensi, seperti halnya karya ilmiah yang
dilindungi oleh hak cipta. Pada kenyataannya, hal-hal yang telah dibebaskan
juga beragam. Misalnya, beberapa penyedia Open Access tidak mempermasalahkan
apakah file makalah ilmiah di Open Access diambil dari lokasi yang akan
digunakan untuk tujuan komersial atau tidak. Selain itu, beberapa penyedia
telah melarang ini digunakan untuk tujuan komersial.
Selain itu, perpustakaan digital dapat memberikan layanan
atau membantu pengguna dalam menentukan relevansi dan kegunaan berbagai sumber
daya yang diperoleh atau disediakan melalui Open Access. Untuk mencapai hal
ini, pengelola perpustakaan digital harus benar-benar memahami fenomena Open
Access dan memeriksa isi dari berbagai sumber Open Access secara individu atau
pribadi. Memeriksa kualitas sumber karya ilmiah yang ada dari Open Access
termasuk dalam apa yang baru atau kontemporer; inilah tantangan terbesar yang
dihadapi pustakawan digital saat ini. Implikasi bibliografi mengacu pada
penerapan langsung fungsi perpustakaan digital dalam membantu pengguna dalam
mencari dan menemukan sumber karya ilmiah Open Access. Pustakawan sekarang
menghadapi banyak tugas baru di lingkungan Akses Terbuka, termasuk
mengidentifikasi, mengevaluasi, memilih, dan menyediakan berbagai sumber Akses
Terbuka. Kemudian, tentunya semua ini membutuhkan berbagai bentuk pengelolaan
dan katalogisasi, termasuk pengindeksan sumber-sumber karya ilmiah Open Access.
Mengingat semua hal ini terjadi dalam lingkungan digital dan komputerisasi,
sangat mungkin bahwa pengelola perpustakaan perlu bekerja lebih dekat, dekat,
dan bijaksana dengan pengelola teknologi informasi dalam suatu institusi atau
universitas. Atau mungkin juga ada perpustakaan digital yang pada akhirnya
dituntut untuk memiliki peningkatan kapasitas pengelolaan teknologi informasi
yang memadai, termasuk kemampuan untuk memanfaatkan berbagai alat atau media
yang tersedia melalui Open Access. Google Cendekia adalah contohnya.
KAJIAN
PUSTAKA
Open
Access
Pada
tahun 2002, Boai mendefinisikan Open Access sebagai ketersediaan bebas karya
ilmiah di media digital, seperti internet, yang memungkinkan setiap pengguna
atau pengguna untuk mengakses, mengunduh, menyalin, mendistribusikan ke pihak
lain, mencetak, mencari, mengindeks, meneruskan artikel sebagai data dari
perangkat lunak, atau menggunakan artikel untuk tujuan lain yang sah, tanpa
dikenakan biaya, hambatan hukum atau teknis apa pun selain yang tidak dapat
diakses melalui internet. Salah satu halangan terhadap reproduksi dan
distribusi karya ilmiah, dan satu-satunya tujuan hak cipta dalam hal ini,
adalah untuk melindungi integritas karya penulis dan hak untuk
Menurut
Pendit (2002), konsep Open Access merupakan fenomena kekinian atau kontemporer
yang tidak bisa dilepaskan dari dua faktor yaitu keberadaan teknologi digital
dan ketersediaan artikel jurnal yang memuat karya ilmiah melalui media digital.
Internet dan digitalisasi artikel jurnal ilmiah telah memfasilitasi perluasan
dan kemudahan akses, sehingga lahirlah open access yang biasa disingkat OA.
Lebih tepatnya, Open Access mengacu pada berbagai literatur digital yang
tersedia secara bebas dalam bentuk digital, baik yang diinstal maupun melalui
media online, dan tidak terbebani oleh batasan hak cipta atau lisensi apa pun.
Artinya, ada penyedia Open Access yang menyediakan atau menyediakan berbagai
file karya ilmiah, dan setiap file karya ilmiah telah tersedia untuk pengguna
dari mana saja. Open Access, berdasarkan pemahaman ini, juga secara otomatis menghilangkan
semua jenis hambatan akses yang biasanya muncul sebagai akibat dari biaya.
Selain itu, Open Access membantu menghilangkan berbagai hambatan yang timbul
akibat perizinan, seperti halnya karya ilmiah yang dilindungi oleh Open Access.[2]
Open
Access diperkenalkan
di Budapest untuk pertama kalinya pada Juni 2002 sebagai bagian dari Budapest
Open Acces Inisiative (BOAI). Pernyataan Bethesda tentang Penerbitan Akses
Terbuka dirilis pada Juni 2003, setelah pengenalan Akses Terbuka. Hal ini
diikuti dengan pembentukan Open Access to knowledge in sciences and humanities
pada Oktober 2003 melalui Deklarasi Berlin tentang OA to knowledge in sciences
dan humaniora. Pada tahun 2007, Massachusetts Institute of Technology
menindaklanjuti dengan peluncuran Open Course Ware (OCW), gudang online bahan
kuliah.
Open
Access semakin populer, baik terorganisir, pribadi, atau individu. Aaron Swartz
adalah orang yang berbasis di Amerika Serikat yang mempromosikan atau
menyebarkan Open Access. Sejak usia 15
tahun, ia telah menjadi ahli IT. Aaron berperan penting dalam pengembangan
format umpan web RSS dan merupakan pendiri situs web populer Reddit.[3]
Yang
dimaksud dengan "Open Access" adalah upaya kolaboratif untuk
mengembangkan model komunikasi ilmiah (Scientific Communication) yang jelas
mendukung penyebaran ilmu pengetahuan yang efektif dan efisien. Akibatnya, baik
secara hukum maupun teknis, akses terhadap semua hasil penelitian dan kegiatan
ilmiah lainnya diberikan secara bebas dan tidak terbatas. Agar masyarakat luas
dapat mengakses, mendownload, mencetak, dan mendistribusikan link karya ilmiah
dalam bentuk Full Text.
Dari
sudut pandang penulis atau pencipta, kebijakan dari Open
Access memberikan 3 macam pilihan yang membebaskan mereka dari
keterikatan penerbit, ketiganya adalah :
1.
Retain It
Retain it, adalah ketika
seorang penulis memiliki hak cipta atas karyanya dan pengguna diizinkan untuk
mereproduksinya hanya untuk tujuan pendidikan. Jika sumbernya tidak mendidik,
pengguna harus mendapatkan izin dari penulis. Dalam hal ini, penerbit memegang
hak semata-mata sebagai penerbit pertama. Jika seorang penulis ingin
menerbitkan karyanya secara komersial, ia harus mengidentifikasi penerbit
pertama.
2. Share it
Opsi Bagikan Ini
memungkinkan seorang penulis untuk memilih dari berbagai opsi untuk memberikan
hak eksploitasi atas sebuah karya. Penulis mempertahankan hak penulisnya,
tetapi mengizinkan pembaca mana pun untuk menggunakan karyanya untuk tujuan apa
pun, termasuk komersialisasi, distribusi, dan reproduksi dalam kondisi tertentu
melalui penerbit Open Access.
3. Transfer it
Penulis dapat memberikan
hak eksploitasinya kepada penerbit agar penerbit dapat mengkomersialkan
karyanya, dengan ketentuan bahwa hak cipta penulis utama tetap dipertahankan.
Jika ada yang ingin mereproduksi atau menerbitkan ulang, mereka harus
melakukannya dengan izin penulis dan bukan dengan izin penerbit asli, dan bukan
untuk tujuan komersial.
Institutional Repository
Within the Scope of Open Access
Pada abad kedua puluh
satu, yaitu abad kedua puluh satu, persaingan yang ketat antar sesama perguruan
tinggi tidak hanya dapat diukur dari jumlah mahasiswa yang berhasil terdaftar
atau jumlah alumni yang berhasil ditawarkan oleh suatu universitas, tetapi juga
dari kualitas penelitian atau belajar. Hasil penelitian dapat diakses atau
dilihat di seluruh pelosok dunia, terutama di lingkungan kampus atau dunia
akademik. Baik universitas besar maupun kecil berada dalam posisi yang sama
untuk mempublikasikan dan melestarikan karya intelektual atau ilmiah yang dihasilkan
dalam komunitas akademik melalui transfer media digital dengan mendirikan
Institutional Repository atau Institute Repository, atau disingkat IR.
IR
adalah database sekaligus layanan yang mengumpulkan, menyimpan, mengunggah,
melestarikan, dan mendistribusikan hasil penelitian berupa karya ilmiah
universitas dalam format digital yang dapat diakses melalui media digital atau
platform online.[4]
Repositori akademik pertama dipelopori oleh E-Prints di Southampton pada tahun
2001, dan sekarang dikenal sebagai E-Prints Soton. Kemudian, DSpace, yang
didirikan oleh MIT pada tahun 2002, menggunakan Open Access Initiative secara
paralel. Awalnya, negara maju membangun sebagian besar infrastruktur
repositori, tetapi seiring waktu, negara berkembang juga membangun repositori
institusional, yang biasanya ditempatkan di perpustakaan universitas.[5]
Repositori
institusional adalah salah satu layanan yang diberikan universitas kepada
sivitas akademika dalam rangka menyelenggarakan, menyelenggarakan, mengelola,
dan menyebarluaskan karya ilmiah sivitas akademika versi elektronik. Melalui
IR, hasil intelektual peneliti dapat dikelola secara efektif, dilestarikan
untuk penggunaan jangka panjang, digunakan untuk mendukung kegiatan
administrasi pendidikan tinggi, dan dibuat mudah diakses dan didistribusikan
secara global.
Pengaruh
Open Access Terhadap IR
Dengan dibentuknya Open
Access, kini siapa saja bisa mendapatkan akses langsung ke semua karya ilmiah
melalui internet secara gratis; Hal ini tentu saja akan memudahkan pengguna
untuk membaca, mengunduh teks lengkap, menyalin, atau mencetak.[6]
Berikut beberapa
keuntungan memiliki OA atau Open Access:
1. Kehadiran Penulis; Kehadiran Penulis memberikan dampak yang
signifikan, visibilitas, dan kemampuan untuk mengenali penulis melalui kutipan
(Catatan Kaki, Catatan Badan, dan Daftar Pustaka), hak cipta penulis, dan
pengakuan ilmiah.
2. Dapat melakukan Penelitian; adanya penelitian tersebut
memungkinkan pengguna untuk lebih mudah mencari dan menelusuri berbagai informasi
ilmiah, sehingga meningkatkan dampak penelitian yang mereka lakukan; peneliti
juga dapat menentukan apakah subjek penelitiannya telah dipelajari sebelumnya.
3. Di bawah naungan lembaga, biaya penerbitan dan biaya
operasional yang terjangkau, peningkatan visibilitas materi pendanaan dan
komunitas riset global, membantu lembaga pendanaan dengan menyediakan akses
publik ke hasil penelitian yang akan didanai publik.
4. Keberadaan Pembaca memfasilitasi penemuan dan pembelajaran
dengan memberikan pengguna akses lengkap ke semua literatur yang mereka
butuhkan yang gratis, terjangkau, dan menambah nilai melalui penggunaan.
5. Adanya Masyarakat Publik, dengan akses yang lebih terbuka dan
mudah diakses terhadap hasil penelitian.
6. Ketersediaan perpustakaan, berdasarkan prinsip meminimalkan
biaya berlangganan yang lebih tinggi sehingga perpustakaan tidak diharuskan
berlangganan, dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang lebih beragam.
7. Melalui adanya kegiatan Belajar Mengajar, seluruh civitas
akademika dapat memperoleh akses terhadap semua materi yang dibutuhkan dengan
lebih mudah, cepat, dan terkadang bahkan lebih awal dari tenaga pengajar.[7]
Open Access terhadap Komunikasi Ilmiah di Lingkungan Akademik
Lingkup
akademik, khususnya di lingkungan universitas, merupakan institusi yang sudah
mapan dan sudah lama berdiri. Seiring dengan berdirinya perpustakaan muncullah
keberadaannya. Ini berkorelasi dengan kebangkitan peradaban manusia yang
tercatat. Yang dimaksud dengan "perguruan tinggi" adalah lembaga
pendidikan tinggi yang meliputi universitas dan akademi. Pada abad ke-12 dan
ke-13, universitas berkembang sebagai konfederasi sekolah (school), fakultas
(fakultas), dan akademi (perguruan tinggi). Universitas berbeda dari perguruan
tinggi dalam hal mereka menawarkan kurikulum yang lebih komprehensif,
menggabungkan kegiatan penelitian, dan berujung pada kelulusan.
Norman
menyatakan dalam bukunya tahun 2012 bahwa Library of Alexandria merupakan
perpustakaan tertua di dunia dan berpotensi menjadi cikal bakal universitas
dengan kurang lebih 5000 mahasiswa. Dengan demikian, sangat jelas bahwa
universitas dan perpustakaan adalah dua institusi yang telah ada dan terkait
erat sejak lama.
Komunikasi
ilmiah, sebagaimana didefinisikan dan diklasifikasikan oleh American Library
Association, adalah sistem koneksi yang difasilitasi oleh penelitian dan
penulisan ilmiah. Keduanya telah dievaluasi atau dipilih kualitasnya, serta
disebarluaskan ke komunitas ilmiah dan diarsipkan untuk penggunaan di masa
mendatang. Menurut Fjallbrant, komponen tersebut meliputi:
1)
Ilmuwan sebagai pencipta dan pembaca;
2)
Mahasiswa sebagai pembaca atau pengguna; dan
3)
Kelompok pembaca lain yang tertarik dengan kajian ilmiah.
4)
Penerbit dibentuk sebagai kelompok penerbit karya ilmiah dari perguruan tinggi;
5)
Perpustakaan mengumpulkan karya ilmiah lebih mudah karena Open Access berfungsi
sebagai fasilitator;
6)
Penjual yang bertindak sebagai fasilitator dengan pembaca atau pengguna;
7)
Organisasi formal yang akan menangani semua pengakuan temuan penelitian;
8)
Kelompok industri yang akan memperoleh manfaat dari hasil penelitian;
9)
Lembaga akademik yang berperan sebagai fasilitator produksi;
10)
Kumpulan agama-agama yang mempengaruhi penerapan dan perkembangan ilmu
pengetahuan pada abad XVII dan XVIII.
Kondisi
sosial akademik yang meliputi sivitas akademika, tenaga administrasi,
pustakawan, petugas laboratorium, dan pakar sistem komputer, menjiwai dunia
keilmuan dan saling melengkapi dalam rangka pengembangan keilmuan. pengetahuan.
Akademisi mengacu pada peneliti dan mahasiswa secara kolektif sebagai ilmuwan.[8]
Kesimpulan
Berdasarkan
atas penjelasan dan teori yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa sebenarnya Open Access ini sangat sinkron dengan Komunikasi Ilmiah. Tanpa
Open Access, bisa saja Komunikasi Ilmiah di dalam perguruan tinggi tidak
berjalan sebaik mungkin. Open Access memiliki banyak sekali impact dan manfaat
terhadap Perpustakaan Perguruan Tinggi. Dengan adanya Open Access maka kita
bisa mengakses berbagai karya ilmiah yang kita butuhkan untuk kepentikan
akademik kita.
DAFTAR PUSTAKA
A. Ridwan Siregar.
2012.. Open Access dan Perkembangannya di
Indonesia. Universitas Sumatera Utara : Medan.
Barton,
M. R., & Waters, M. M. (2004). Creating
an institutional repository: LEADIRS workbook. Boston, MA: MIT Libraries
Cullen,
R, and Brenda C. 2011. ―Institutional
Repositories, Open Access, and Scholarly Communication: A Study of Conflicting
Paradigms.‖ Journal of Academic Librarianship 37 (6).
Irman-Siswadi
.(2009). Perpustakaan Sebagai Mata Rantai
Komunikasi Ilmiah (Scholarly Communication). Visi Pustaka Volume 11 Nomor 1
April 2009: 1-9.
Pendit,
P. L. (2008). Perpustakaan Digital: dari
A sampai Z. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri.
Sahidi, S. (2017). Peran Kebijakan Open Access Informasi Dalam
Membangun Komunikasi Ilmiah Di Perpustakaa Perguruan Tinggi. Jupiter, 16(1).
Stoyanova
Trencheva Tania Yordanova, Treza. (2004). "Open
access to scientific information: comparative study in DOAJ", Library
Management, Vol. 35 Iss 4/5.
Suber, P. (2003). Removing the barriers to research: An
introduction to Open Access for librarians [Journal article (Unpaginated)].
[1] Pendit, P. L.
(2008). Perpustakaan Digital: dari A
sampai Z. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri.
[2] Stoyanova
Trencheva Tania Yordanova, Treza. 2004. "Open
access to scientific information: comparative study in DOAJ", Library
Management, Vol. 35 Iss 4/5.
[3]
A. Ridwan Siregar. 2012..
Open Access dan Perkembangannya di Indonesia. Universitas Sumatera Utara :
Medan.
[4] Barton, M. R.,
& Waters, M. M. (2004). Creating an institutional repository: LEADIRS
workbook. Boston, MA: MIT Libraries
[5] Cullen, R, and
Brenda C. 2011. ―Institutional Repositories, Open Access, and Scholarly
Communication: A Study of Conflicting Paradigms.‖ Journal of Academic
Librarianship 37 (6).
[6] Sahidi, S. (2017). Peran Kebijakan Open Access Informasi Dalam Membangun Komunikasi Ilmiah
Di Perpustakaa Perguruan Tinggi. Jupiter, 16(1).
[7]
Suber, P. 2003. Removing the barriers to research: An
introduction to Open Access for librarians [Journal article (Unpaginated)].
[8] Irman-Siswadi
(2009) Perpustakaan Sebagai Mata Rantai Komunikasi Ilmiah (Scholarly
Communication). Visi Pustaka Volume 11 Nomor 1 April 2009: 1-9.