Minggu, 02 Januari 2022

 

OPEN ACCESS DALAM PANDANGAN KOMUNIKASI ILMIAH

Elisa Ananda1*, Intan Humaira2*, Siti Nurhumairoh3*

Program Ilmu Perpustakaan

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Open Access sudah tidak asing lagi bagi siswa atau pendidik lainnya di era modern sekarang ini. Selain itu, Open Access sangat penting untuk dipahami jika seseorang ingin menerbitkan atau memperoleh karya ilmiah. Istilah "Akses Terbuka" berarti "akses bebas", dan mengacu pada penggunaan teknologi digital dan akses ke sumber informasi ilmiah melalui media digital. Internet dan pembuatan artikel jurnal digital telah memungkinkan perluasan karya ilmiah dan aksesibilitasnya yang mudah, dan fakta ini telah melahirkan atau menciptakan Akses Terbuka, disingkat OA; istilah ini lebih tepatnya merupakan gerakan OA (Open Access Movement).

Di Indonesia, Open Access (OA) telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penulisan ilmiah dalam bentuk jurnal. Hampir semua perguruan tinggi di Indonesia memiliki Institutional Repository (IR), yang juga berfungsi sebagai media diseminasi, akses, penggunaan kembali, dan pelestarian karya civitas akademika (Green Open Access). Bersamaan dengan IR, mayoritas universitas menerbitkan jurnal secara elektronik di bawah lisensi terbuka (Gold Open Access) untuk memfasilitasi penyebaran pengetahuan dan mempercepat dampak artikel ilmiah yang diterbitkan melalui publikasi artikel ilmiah lainnya. Metode evaluasi digunakan untuk melakukan penelitian untuk ringkasan eksekutif ini. Penulis akan menggunakan metode evaluasi untuk memilih beberapa jurnal atau sumber lain yang membahas tentang Open Access.

Kata Kunci : Open Access, Institusional Repository dan Karya Ilmiah

 

 

ABSTRACT

Open Access is not unfamiliar to students or other educators in today's modern era. Additionally, Open Access is critical to understand if someone wishes to publish or obtain a scientific work. The term "Open Access" means "free access," and it refers to the use of digital technology and access to scientific sources of information via a digital medium. The Internet and the creation of digital journal articles have enabled the expansion of scientific works and their easy accessibility, and this fact has spawned or created Open Access, abbreviated as OA; this term is more precisely an OA movement (Open Access Movement).

In Indonesia, Open Access (OA) has had a significant impact on the development of scientific writing in the form of journals. Almost all universities in Indonesia have an institutional repository (IR), which also serves as a medium for the dissemination, access, reuse, and preservation of the academic community's work (Green Open Access). Along with IR, the majority of universities publish journals electronically under open licenses (Gold Open Access) to facilitate knowledge dissemination and accelerate the impact of published scientific articles through the publication of other scientific articles. The evaluation method was used to conduct the research for this executive summary. The author will use the evaluation method to select several journals or other sources that discuss Open Access.

Keywords: Open Access, Institutional Repository and Scientific Works

 

 

 

 

 

 


 

 

 

 

PENDAHULUAN

Open Access atau Free Access merupakan fenomena kontemporer yang terkait dengan dua faktor yaitu keberadaan teknologi digital dan ketersediaan artikel jurnal ilmiah dalam bentuk digital.[1] Internet dan forum untuk membuat artikel jurnal versi digital telah memungkinkan ekspansi dan akses yang lebih besar, yang telah berkontribusi pada lahirnya Open Access (disingkat OA), atau lebih tepatnya, Gerakan OA (Open Access Movement). Untuk lebih spesifik, Open Access mengacu pada berbagai literatur digital yang telah diinstal (media online), tersedia secara gratis (atau tanpa biaya), dan tidak terbebani oleh ikatan atau hambatan hak cipta yang dikenakan oleh lisensi. Artinya, penyedia menerbitkan berbagai file yang berisi karya ilmiah, dan setiap file dapat diakses oleh siapa saja. Menurut pemahaman ini, Open Access secara otomatis menghilangkan hambatan atau masalah yang terkait dengan mengakses karya ilmiah yang biasanya disebabkan oleh biaya (baik itu biaya berlangganan atau biaya untuk mendapatkan lisensi.)

Selain itu, Akses Terbuka dapat menghilangkan berbagai hambatan yang dikenakan oleh lisensi, seperti halnya karya ilmiah yang dilindungi oleh hak cipta. Pada kenyataannya, hal-hal yang telah dibebaskan juga beragam. Misalnya, beberapa penyedia Open Access tidak mempermasalahkan apakah file makalah ilmiah di Open Access diambil dari lokasi yang akan digunakan untuk tujuan komersial atau tidak. Selain itu, beberapa penyedia telah melarang ini digunakan untuk tujuan komersial.

Selain itu, perpustakaan digital dapat memberikan layanan atau membantu pengguna dalam menentukan relevansi dan kegunaan berbagai sumber daya yang diperoleh atau disediakan melalui Open Access. Untuk mencapai hal ini, pengelola perpustakaan digital harus benar-benar memahami fenomena Open Access dan memeriksa isi dari berbagai sumber Open Access secara individu atau pribadi. Memeriksa kualitas sumber karya ilmiah yang ada dari Open Access termasuk dalam apa yang baru atau kontemporer; inilah tantangan terbesar yang dihadapi pustakawan digital saat ini. Implikasi bibliografi mengacu pada penerapan langsung fungsi perpustakaan digital dalam membantu pengguna dalam mencari dan menemukan sumber karya ilmiah Open Access. Pustakawan sekarang menghadapi banyak tugas baru di lingkungan Akses Terbuka, termasuk mengidentifikasi, mengevaluasi, memilih, dan menyediakan berbagai sumber Akses Terbuka. Kemudian, tentunya semua ini membutuhkan berbagai bentuk pengelolaan dan katalogisasi, termasuk pengindeksan sumber-sumber karya ilmiah Open Access. Mengingat semua hal ini terjadi dalam lingkungan digital dan komputerisasi, sangat mungkin bahwa pengelola perpustakaan perlu bekerja lebih dekat, dekat, dan bijaksana dengan pengelola teknologi informasi dalam suatu institusi atau universitas. Atau mungkin juga ada perpustakaan digital yang pada akhirnya dituntut untuk memiliki peningkatan kapasitas pengelolaan teknologi informasi yang memadai, termasuk kemampuan untuk memanfaatkan berbagai alat atau media yang tersedia melalui Open Access. Google Cendekia adalah contohnya.


KAJIAN PUSTAKA

Open Access

Pada tahun 2002, Boai mendefinisikan Open Access sebagai ketersediaan bebas karya ilmiah di media digital, seperti internet, yang memungkinkan setiap pengguna atau pengguna untuk mengakses, mengunduh, menyalin, mendistribusikan ke pihak lain, mencetak, mencari, mengindeks, meneruskan artikel sebagai data dari perangkat lunak, atau menggunakan artikel untuk tujuan lain yang sah, tanpa dikenakan biaya, hambatan hukum atau teknis apa pun selain yang tidak dapat diakses melalui internet. Salah satu halangan terhadap reproduksi dan distribusi karya ilmiah, dan satu-satunya tujuan hak cipta dalam hal ini, adalah untuk melindungi integritas karya penulis dan hak untuk

Menurut Pendit (2002), konsep Open Access merupakan fenomena kekinian atau kontemporer yang tidak bisa dilepaskan dari dua faktor yaitu keberadaan teknologi digital dan ketersediaan artikel jurnal yang memuat karya ilmiah melalui media digital. Internet dan digitalisasi artikel jurnal ilmiah telah memfasilitasi perluasan dan kemudahan akses, sehingga lahirlah open access yang biasa disingkat OA. Lebih tepatnya, Open Access mengacu pada berbagai literatur digital yang tersedia secara bebas dalam bentuk digital, baik yang diinstal maupun melalui media online, dan tidak terbebani oleh batasan hak cipta atau lisensi apa pun. Artinya, ada penyedia Open Access yang menyediakan atau menyediakan berbagai file karya ilmiah, dan setiap file karya ilmiah telah tersedia untuk pengguna dari mana saja. Open Access, berdasarkan pemahaman ini, juga secara otomatis menghilangkan semua jenis hambatan akses yang biasanya muncul sebagai akibat dari biaya. Selain itu, Open Access membantu menghilangkan berbagai hambatan yang timbul akibat perizinan, seperti halnya karya ilmiah yang dilindungi oleh Open Access.[2]

Open Access diperkenalkan di Budapest untuk pertama kalinya pada Juni 2002 sebagai bagian dari Budapest Open Acces Inisiative (BOAI). Pernyataan Bethesda tentang Penerbitan Akses Terbuka dirilis pada Juni 2003, setelah pengenalan Akses Terbuka. Hal ini diikuti dengan pembentukan Open Access to knowledge in sciences and humanities pada Oktober 2003 melalui Deklarasi Berlin tentang OA to knowledge in sciences dan humaniora. Pada tahun 2007, Massachusetts Institute of Technology menindaklanjuti dengan peluncuran Open Course Ware (OCW), gudang online bahan kuliah.

Open Access semakin populer, baik terorganisir, pribadi, atau individu. Aaron Swartz adalah orang yang berbasis di Amerika Serikat yang mempromosikan atau menyebarkan Open Access. Sejak usia 15 tahun, ia telah menjadi ahli IT. Aaron berperan penting dalam pengembangan format umpan web RSS dan merupakan pendiri situs web populer Reddit.[3]

Yang dimaksud dengan "Open Access" adalah upaya kolaboratif untuk mengembangkan model komunikasi ilmiah (Scientific Communication) yang jelas mendukung penyebaran ilmu pengetahuan yang efektif dan efisien. Akibatnya, baik secara hukum maupun teknis, akses terhadap semua hasil penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya diberikan secara bebas dan tidak terbatas. Agar masyarakat luas dapat mengakses, mendownload, mencetak, dan mendistribusikan link karya ilmiah dalam bentuk Full Text.

Dari sudut pandang penulis atau pencipta, kebijakan dari Open Access memberikan 3 macam pilihan yang membebaskan mereka dari keterikatan penerbit, ketiganya adalah :

 

1. Retain It

Retain it, adalah ketika seorang penulis memiliki hak cipta atas karyanya dan pengguna diizinkan untuk mereproduksinya hanya untuk tujuan pendidikan. Jika sumbernya tidak mendidik, pengguna harus mendapatkan izin dari penulis. Dalam hal ini, penerbit memegang hak semata-mata sebagai penerbit pertama. Jika seorang penulis ingin menerbitkan karyanya secara komersial, ia harus mengidentifikasi penerbit pertama.

2. Share it

Opsi Bagikan Ini memungkinkan seorang penulis untuk memilih dari berbagai opsi untuk memberikan hak eksploitasi atas sebuah karya. Penulis mempertahankan hak penulisnya, tetapi mengizinkan pembaca mana pun untuk menggunakan karyanya untuk tujuan apa pun, termasuk komersialisasi, distribusi, dan reproduksi dalam kondisi tertentu melalui penerbit Open Access.

3. Transfer it

Penulis dapat memberikan hak eksploitasinya kepada penerbit agar penerbit dapat mengkomersialkan karyanya, dengan ketentuan bahwa hak cipta penulis utama tetap dipertahankan. Jika ada yang ingin mereproduksi atau menerbitkan ulang, mereka harus melakukannya dengan izin penulis dan bukan dengan izin penerbit asli, dan bukan untuk tujuan komersial.

 

Institutional Repository Within the Scope of Open Access

Pada abad kedua puluh satu, yaitu abad kedua puluh satu, persaingan yang ketat antar sesama perguruan tinggi tidak hanya dapat diukur dari jumlah mahasiswa yang berhasil terdaftar atau jumlah alumni yang berhasil ditawarkan oleh suatu universitas, tetapi juga dari kualitas penelitian atau belajar. Hasil penelitian dapat diakses atau dilihat di seluruh pelosok dunia, terutama di lingkungan kampus atau dunia akademik. Baik universitas besar maupun kecil berada dalam posisi yang sama untuk mempublikasikan dan melestarikan karya intelektual atau ilmiah yang dihasilkan dalam komunitas akademik melalui transfer media digital dengan mendirikan Institutional Repository atau Institute Repository, atau disingkat IR.

IR adalah database sekaligus layanan yang mengumpulkan, menyimpan, mengunggah, melestarikan, dan mendistribusikan hasil penelitian berupa karya ilmiah universitas dalam format digital yang dapat diakses melalui media digital atau platform online.[4] Repositori akademik pertama dipelopori oleh E-Prints di Southampton pada tahun 2001, dan sekarang dikenal sebagai E-Prints Soton. Kemudian, DSpace, yang didirikan oleh MIT pada tahun 2002, menggunakan Open Access Initiative secara paralel. Awalnya, negara maju membangun sebagian besar infrastruktur repositori, tetapi seiring waktu, negara berkembang juga membangun repositori institusional, yang biasanya ditempatkan di perpustakaan universitas.[5]

Repositori institusional adalah salah satu layanan yang diberikan universitas kepada sivitas akademika dalam rangka menyelenggarakan, menyelenggarakan, mengelola, dan menyebarluaskan karya ilmiah sivitas akademika versi elektronik. Melalui IR, hasil intelektual peneliti dapat dikelola secara efektif, dilestarikan untuk penggunaan jangka panjang, digunakan untuk mendukung kegiatan administrasi pendidikan tinggi, dan dibuat mudah diakses dan didistribusikan secara global.

Pengaruh Open Access Terhadap IR

Dengan dibentuknya Open Access, kini siapa saja bisa mendapatkan akses langsung ke semua karya ilmiah melalui internet secara gratis; Hal ini tentu saja akan memudahkan pengguna untuk membaca, mengunduh teks lengkap, menyalin, atau mencetak.[6]

Berikut beberapa keuntungan memiliki OA atau Open Access:

1. Kehadiran Penulis; Kehadiran Penulis memberikan dampak yang signifikan, visibilitas, dan kemampuan untuk mengenali penulis melalui kutipan (Catatan Kaki, Catatan Badan, dan Daftar Pustaka), hak cipta penulis, dan pengakuan ilmiah.

2. Dapat melakukan Penelitian; adanya penelitian tersebut memungkinkan pengguna untuk lebih mudah mencari dan menelusuri berbagai informasi ilmiah, sehingga meningkatkan dampak penelitian yang mereka lakukan; peneliti juga dapat menentukan apakah subjek penelitiannya telah dipelajari sebelumnya.

3. Di bawah naungan lembaga, biaya penerbitan dan biaya operasional yang terjangkau, peningkatan visibilitas materi pendanaan dan komunitas riset global, membantu lembaga pendanaan dengan menyediakan akses publik ke hasil penelitian yang akan didanai publik.

4. Keberadaan Pembaca memfasilitasi penemuan dan pembelajaran dengan memberikan pengguna akses lengkap ke semua literatur yang mereka butuhkan yang gratis, terjangkau, dan menambah nilai melalui penggunaan.

5. Adanya Masyarakat Publik, dengan akses yang lebih terbuka dan mudah diakses terhadap hasil penelitian.

6. Ketersediaan perpustakaan, berdasarkan prinsip meminimalkan biaya berlangganan yang lebih tinggi sehingga perpustakaan tidak diharuskan berlangganan, dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang lebih beragam.

7. Melalui adanya kegiatan Belajar Mengajar, seluruh civitas akademika dapat memperoleh akses terhadap semua materi yang dibutuhkan dengan lebih mudah, cepat, dan terkadang bahkan lebih awal dari tenaga pengajar.[7]

 

Open Access terhadap Komunikasi Ilmiah di Lingkungan Akademik

 

Lingkup akademik, khususnya di lingkungan universitas, merupakan institusi yang sudah mapan dan sudah lama berdiri. Seiring dengan berdirinya perpustakaan muncullah keberadaannya. Ini berkorelasi dengan kebangkitan peradaban manusia yang tercatat. Yang dimaksud dengan "perguruan tinggi" adalah lembaga pendidikan tinggi yang meliputi universitas dan akademi. Pada abad ke-12 dan ke-13, universitas berkembang sebagai konfederasi sekolah (school), fakultas (fakultas), dan akademi (perguruan tinggi). Universitas berbeda dari perguruan tinggi dalam hal mereka menawarkan kurikulum yang lebih komprehensif, menggabungkan kegiatan penelitian, dan berujung pada kelulusan.

Norman menyatakan dalam bukunya tahun 2012 bahwa Library of Alexandria merupakan perpustakaan tertua di dunia dan berpotensi menjadi cikal bakal universitas dengan kurang lebih 5000 mahasiswa. Dengan demikian, sangat jelas bahwa universitas dan perpustakaan adalah dua institusi yang telah ada dan terkait erat sejak lama.

Komunikasi ilmiah, sebagaimana didefinisikan dan diklasifikasikan oleh American Library Association, adalah sistem koneksi yang difasilitasi oleh penelitian dan penulisan ilmiah. Keduanya telah dievaluasi atau dipilih kualitasnya, serta disebarluaskan ke komunitas ilmiah dan diarsipkan untuk penggunaan di masa mendatang. Menurut Fjallbrant, komponen tersebut meliputi:

1) Ilmuwan sebagai pencipta dan pembaca;

2) Mahasiswa sebagai pembaca atau pengguna; dan

3) Kelompok pembaca lain yang tertarik dengan kajian ilmiah.

4) Penerbit dibentuk sebagai kelompok penerbit karya ilmiah dari perguruan tinggi;

5) Perpustakaan mengumpulkan karya ilmiah lebih mudah karena Open Access berfungsi sebagai fasilitator;

6) Penjual yang bertindak sebagai fasilitator dengan pembaca atau pengguna;

7) Organisasi formal yang akan menangani semua pengakuan temuan penelitian;

8) Kelompok industri yang akan memperoleh manfaat dari hasil penelitian;

9) Lembaga akademik yang berperan sebagai fasilitator produksi;

10) Kumpulan agama-agama yang mempengaruhi penerapan dan perkembangan ilmu pengetahuan pada abad XVII dan XVIII.

Kondisi sosial akademik yang meliputi sivitas akademika, tenaga administrasi, pustakawan, petugas laboratorium, dan pakar sistem komputer, menjiwai dunia keilmuan dan saling melengkapi dalam rangka pengembangan keilmuan. pengetahuan. Akademisi mengacu pada peneliti dan mahasiswa secara kolektif sebagai ilmuwan.[8]

Kesimpulan

Berdasarkan atas penjelasan dan teori yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya Open Access ini sangat sinkron dengan Komunikasi Ilmiah. Tanpa Open Access, bisa saja Komunikasi Ilmiah di dalam perguruan tinggi tidak berjalan sebaik mungkin. Open Access memiliki banyak sekali impact dan manfaat terhadap Perpustakaan Perguruan Tinggi. Dengan adanya Open Access maka kita bisa mengakses berbagai karya ilmiah yang kita butuhkan untuk kepentikan akademik kita.

 

DAFTAR PUSTAKA

A. Ridwan Siregar. 2012.. Open Access dan Perkembangannya di Indonesia. Universitas Sumatera Utara : Medan.

Barton, M. R., & Waters, M. M. (2004). Creating an institutional repository: LEADIRS workbook. Boston, MA: MIT Libraries

Cullen, R, and Brenda C. 2011. ―Institutional Repositories, Open Access, and Scholarly Communication: A Study of Conflicting Paradigms.‖ Journal of Academic Librarianship 37 (6).

Irman-Siswadi .(2009). Perpustakaan Sebagai Mata Rantai Komunikasi Ilmiah (Scholarly Communication). Visi Pustaka Volume 11 Nomor 1 April 2009: 1-9.

Pendit, P. L. (2008). Perpustakaan Digital: dari A sampai Z. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri.

Sahidi, S. (2017). Peran Kebijakan Open Access Informasi Dalam Membangun Komunikasi Ilmiah Di Perpustakaa Perguruan Tinggi. Jupiter16(1).

Stoyanova Trencheva Tania Yordanova, Treza. (2004). "Open access to scientific information: comparative study in DOAJ", Library Management, Vol. 35 Iss 4/5.

Suber, P. (2003). Removing the barriers to research: An introduction to Open Access for librarians [Journal article (Unpaginated)].

 


 



[1] Pendit, P. L. (2008). Perpustakaan Digital: dari A sampai Z. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri.

[2] Stoyanova Trencheva Tania Yordanova, Treza. 2004. "Open access to scientific information: comparative study in DOAJ", Library Management, Vol. 35 Iss 4/5.

[3] A. Ridwan Siregar. 2012.. Open Access dan Perkembangannya di Indonesia. Universitas Sumatera Utara : Medan.

[4] Barton, M. R., & Waters, M. M. (2004). Creating an institutional repository: LEADIRS workbook. Boston, MA: MIT Libraries

[5] Cullen, R, and Brenda C. 2011. ―Institutional Repositories, Open Access, and Scholarly Communication: A Study of Conflicting Paradigms.‖ Journal of Academic Librarianship 37 (6).

[6] Sahidi, S. (2017). Peran Kebijakan Open Access Informasi Dalam Membangun Komunikasi Ilmiah Di Perpustakaa Perguruan Tinggi. Jupiter16(1).

[7] Suber, P. 2003. Removing the barriers to research: An introduction to Open Access for librarians [Journal article (Unpaginated)].

 

[8] Irman-Siswadi (2009) Perpustakaan Sebagai Mata Rantai Komunikasi Ilmiah (Scholarly Communication). Visi Pustaka Volume 11 Nomor 1 April 2009: 1-9.